Rabu, 18 Februari 2015

Cita - Cita yang Tertunda



Namaku Siti Aminah. Ya, nampaknya ndesit, tetapi itulah nama pemberian orang tuaku. Kata emakku biar kelak aku seperti Ibunda Kanjeng Nabi: tegar, namun sumber kasih sayang. Aku mempunyai kakak bernama Muhammad Fatan. Sering dipanggil Fatan. Aku tak tahu mengapa bapak memberi nama demikian. Konon kata guruku, nama itu berarti sang pembebas. Ya, mungkin bapak sangat mengharapkan kakakku menjadi pembebas kami dari belenggu kegetiran hidup yang tak pernah mau beringsut dari keluarga. Tetapi aku tidak percaya itu. Selama ini bapak tak pernah mengeluh dengan kekerean yang mendera .

Bapakku hanya bekerja serabutan. Kerjaannya tidak menetap. Ia mau bekerja apa saja asalkan halal, katanya. Sekarang ini, bapak sedang bekerja di proyek pembangunan yang cukup dekat dengan rumahku. Aku sangat bersyukur mempunyai seorang bapak yang pekerja keras dan bertanggung jawab. Apapun pekerjaan bapakku, aku sangat bangga terhadapnya. Ibuku seorang ibu rumah tangga. Bapak tidak menngijinkan ibu untuk bekerja karena ibuku sering sakit.

“Tan.. bangun Tan, sudah subuh. Shalat dulu “ terdengar suara bapak sedang membangunkan kak Fatan.  Ya.. Setiap hari bapak selalu membangunkan kak Fatan untuk shalat subuh. Kak Fatan memang tidak  bisa bangun dengan sendirinya. Aku juga bingung, apasih yang  ada di mimpinya sampai- sampai tidak pernah mendengar adzan subuh. Padahal rumahku bersebelahan dengan mushola. Kita selalu membiasakan diri untuk shalat subuh berjamaah di mushola.

 Saat ini, aku duduk di bangku kelas 3 SMAN 2 Magelang. Aku mengandalkan beasiswa untuk membayar sekolahku. Beasiswa tidak akan aku terima apabila aku tidak di peringkat 3 besar, makanya aku selalu giat belajar. Kalau peringkatku tidak di 3 besar lagi, aku tidak tahu mau melanjutkan sekolah dengan uang apa. Utang bapak terlalu besar. Dan tidak mungkin terbayar dengan waktu yang dekat. 

Sementara kakakku, sudah di dropout dari Universitasnya.Ya.... Sembilan bulan yang lalu bapak dan emak menerima surat resmi dari Universitas tempat belajar kak Fatan. Surat dropout kak Fatan, karena tidak pernah berangkat kuliah dan tidak membayar kuliah. Bukan karena bapak dan emak tidak membiayai uang kuliah kak Fatan. Namun, karena uang pemberian bapak dan emak itu tidak pernah di bayarkan oleh kak Fatan.Uang pemberian bapak dan emak digunakan untuk mentraktir teman – temannya. Mungkin karena teman kak Fatan hampir semuanya dari kalangan atas. Dan kak Fatan selalu gengsi jika tidak mempunyai  uang.

 Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran kak Fatan. Sudah untung dia bisa kuliah, kok malah disia – siakan. Rasanya aku ingin marah sama kak Fatan. Sekarang aku yang kena imbasnya. Uang bapak dan emak tidak cukup untuk membiayaiku kuliah. Mereka harus membayar utang yang dulu digunakan untuk biaya masuk kuliah kak Fatan. Padahal aku sangat berharap untuk bisa melanjutkan sekolahku.


“Fatan tu sekarang susah diatur ya mak.” kata bapak kepada emak. “ Iya pak, semakin gede kok semakin nakal.” jawab emak. Sekarang ini bapak dan emak  memang sedang kuwalahan mengahadapi kak Fatan. Setiap hari dia hanya tiduran di kamarnya. Kadang teman-temannya datang untuk mengajak kak Fatan bermain. Jika kak Fatan sudah main, kak Fatan selalu lupa waktu. 

Ketika aku duduk di ruang tamu, emak tiba- tiba mendekatiku. Ia duduk disebelahku. “Ti, kapan ujiannya ?” tanya Emak dengan nada rendah. “ Tanggal 13 April mak, 2 bulan lagi.” jawabku. “Maaf ya Ti, emak dan baoak benar- benar tidak mampu membiayai kuliah untukmu, kamu tau sendiri kan uang bapak itu buat bayar utang untuk kuliah kak Fatan, Bapak sama Emak sudah gak punya uang lagi buat bayar sekolah.” kata emak dengan muka bersalah. “ Gapapa mak, nanti kalo udah lulus Siti bantu cari uang ya mak” aku menjawab sambil menahan tangisku.

Aku termenung sendirian di kamarku yang gelap. Sengaja ku matikan lampu kamarku agar bapak dan emak mengira kalau aku sudah tidur. Kali ini aku ingin menyendiri. Air mataku mengalir deras ketika aku ingat kata kata emak.Aku memikirkan nasibku jika aku tidak bisa melanjutkan sekolah. "Tidak.. Aku harus tetap sekolah" katanya sambil memandangi wajahnya di depan cermin. “ Tapi bagaimana bisa? Aku tidak boleh menambah beban emak dan bapak.” kataku dalam hati.

Suara adzan subuh  terdengar nyaring di telingaku. Tak terasa,semalam aku tertidur  pulas dengan tangisanku. Aku bangun dari tempat tidurku dan segera mengambil air wudlu. Seperti biasa, bapak sedang membangunkan kak Fatan. Kemudian kami mengikuti sholat berjamaah di mushola.
                                                          ***
Sepulang sekolah, ibu menyuruhku mengantarkan makanan untuk bapak. Tadi pagi, bapak lupa membawa makanannya. Sesampainya di proyek itu, aku melihat bapak yang sedang membawa tenggok besar yang berisi kerikil.Ia membawanya berkali- kali. Dalam hatiku berkata “Begitu sulitnya mencari uang, bagaimana bisa kak Fatan menghambur – hamburkan uang yang bapak cari dengan sulit itu”.

“Eh Siti.. mau nyari bapak ya ?” kata seorang laki- laki paruh baya. Aku yang sedang memikirkan bapak, langsung kaget mendengar suara laki- laki itu.Aku menengok ke arah suara itu. “Eh pak Basir, iya pak.” jawabku. Pak Basir adalah teman kerja bapak. Ia mengenalku karena aku sering membawakan makanan untuk bapak jika bapak lupa membawanya. “ Tunggu sebentar ya” katanya. “Mar.. Umar.. anakmu datang” teriaknya sambil berjalan menuju bapak. Bapak melihat pak Basyir dan langsung menghampiriku.

Bapak menghampiriku, kulit hitamnya berceceran keringat. Wajahnya nampak sangat lelah. “Eh Siti, taruh situ saja gapapa” kata bapakku. “Ya pak, aku pulang dulu ya pak” jawabku. “Ya hati hati.” jawab bapak.

Di sepanjang jalan pulang, aku selalu terpikir oleh kerja keras bapak dan seluruh utang bapak. Aku berfikir jika aku melanjutkan sekolah aku pasti akan menambah beban pikiran bapak dan emak.Kalau aku  sekolah sambil bekerja pasti uangku tetap tidak cukup. Sepertinya memang jalan terbaik adalah kerja. Aku bisa membantu bapak membayar utangnya. Aku tidak ingin bapak terlalu terbebani dengan utangnya.
                                                           ***
Tiga bulan berlalu, Ujian Nasional pun sudah aku lewati. Hari ini, merupakan hati yang sangat ditunggu- tunggu, yaitu hari pengumuman kelulusan. Semua siswa kelas 3 berkumpul di sekolah. Semua siswa bersorak- sorak ketika diumumkan bahwa sekolah kita lulus 100%. Nampaknya, akulah orang paling bahagia. Aku mendapat peringkat pertama.
Namun, ketika salah satu guruku bertanya “Mau lanjut sekolah dimana Sit ? Nilai kamu bagus banget.” Aku justru bingung menjawabnya. Aku hanya tersenyum. Emakku yang ikut ke sekolahanku, hanya tersenyum saat guruku bertanya seperti itu. Aku tau perasaan Emak, pastilah dia sangat menyesal dan sedih karena tidak mampu membiayaiku.

“Sudah Mak.. Gapapa, jangan sedih seperti itu. Siti ga nyesel kok ga lanjutin sekolah.” kataku. Sebenarnya kuliah adalah cita-citaku, tapi jika kuliah terlalu membebani orangtua ku aku tidak kuliah juga gapapa.

Sampai dirumah, bapak memberikan selamat kepadaku. Dan memberiku nasihat agar tidak lupa bersyukur kepada Allah SWT. Kak Fatan pun memberiku selamat.
“Ti...” kak Fatan memanggilku pelan.
“ Iya..” Jawabku sambil menoleh ke pintu kamarku.
 Ternyata kak Fatan, “Tumben saja dia mau masuk kamarku dan memanggil dengan nada pelan. Biasanya dia teriak – teriak” kataku dalam hati.
Kak Fatan berjalan menghampiriku.
“ Ti.. kamu mau kuliah dimana ?” tanyanya.
Baru kali ini kak Fatan bertanya tentang itu kepadaku.
“Emmm.. aku mau kerja kak.” jawabku tanpa melihat ke muka kak Fatan.
“Kerja ?” tanya kak Fatan dengan nada heran.
“Iya, kak. Bukankah utang bapak sangat banyak ? tidak mungkin aku membebani pikiran bapak dan emak.” kataku dengan nada cetus. Memang, aku merasa sebal saat melihat wajah kak Fatan yang selama ini hanya bisa menghabiskan uang bapak dan emak. Bukankah seharusnya ia membantu bapak mencari uang ? Dia kan seorang laki – laki.
“Iya aku tau itu, memang utang bapak sangat banyak dan itu semua untuk membiayai kuliahku, aku tau kamu marah sama aku, tapi jangan kuatir Sit, aku juga akan membantu bapak mencari uang. Aku memutuskan untuk kerja dan membantu bapak.” kata kak Fatan dengan penuh penyesalan.
Aku kaget mendengar itu semua, nampaknya ia sekarang sudah mulai sadar akan tingkahnya.
                                     
Malam harinya, kak Fatan memberitahukan niatnya kepada Emak dan Bapak. Pastinya, mereka sangat bahagia. Dan keesokan harinya kak Fatan mulai berusaha mencari pekerjaan .

Beberapa minggu  kemudian, aku mendapat sebagai pelayan restoran. Dan kak Fatan menjadi pegawai administrasi di salah satu perusahaan kecil. Aku berencana akan meneruskan kuliahku jika uang hasil kerjaku sudah terkumpul. Dan seluruh anggota keluargaku menyetujuinya. Beberapa tahun kemudian, aku akan menjadi salah satu mahasiswi di Universitas ternama di Indonesia.

Kamis, 12 Februari 2015

Surat untuk Anakku


Kesedihan selalu menghampiriku
Air mata mengalir deras
Hati ini sakit sekali
Saat aku mengingatmu, anakku...

Aku bukanlah seorang pejabat
Yang bisa memberimu harta dan tahta
Yang ku punya hanya batu bata, bukan batu berlian
Dan hanya selembar uang ribuan, bukan jutaan uang
Aku hanya bisa memberimu cinta dan kasih sayang
Bukan sepetak tanah
Tapi ingatlah..
Akulah yang membawamu ke dunia ini

Kebahagiaan yang dulu selalu menghampiriku
Hancur begitu saja
Ketika tuntutanmu terdengar di telingaku
Sepetak tanah menjadi penyebabnya

Pantaskah kau lakukan ini kepada seorang yang kau panggil "Ibu" ?

Oh anakku..
Aku hanyalah ranting kering yang terjatuh jika terhembus angin
Harapan yang kuberikan kepadamu telah kau hancurkan
Kebahagiaan masa tua yang ku impikan tak bisa kau wujudkan

Mengapa kau begitu tega anakku ?
Bukankah aku ini Ibumu ?
Ibu yang melahirkanmu ?
Yang membesarkanmu dan berjuang untukmu ?
Memang benar..
Cinta anak kepada ibunya hanya sepanjang tongkat pramuka
Tapi Ibu tetap menyanyaimu, anakku


Keterangan :
Puisi "Surat untuk Anakku" menceritakan perasaan seorang ibu yang berumur 90 tahun. Nenek tersebut digugat anak kandungnya Rp.1 Milyar karena sengketa tanah yang ia tempati.









Rabu, 04 Februari 2015

Parafrase Puisi Tuhan Telah Menegurmu

Sekarang ini, Tuhan telah memperingatkan manusia dengan cukup sopan. Lewat perut anak- anak jalanan yang kelaparan. Untuk mencari makan, mereka harus bekerja keras.Namun, tidak banyak orang yang mau membantunnya karena rasa cintanya kepada hartanya. Mereka enggan memberikan hartanya untuk sesuap nasi.

Tuhan  juga telah menegur manusia dengan cukup sopan. Lewat suara adzan yang berkumandang ketika waktu sholat tiba. Adzan tersebut memanggil kita untuk segera melaksanakan shalat  dan mengingat kekuasaan-Nya. Tetapi, manusia tidak melaksanakan dengan segera. Mereka masih melakukan kegiatan duniawinya dan menunda ibadahnya.

Hai manusia, semakin kau melalaikan ibadahmu. Tuhan akan menegurmu dengan semakin keras. Lewat sejumlah bencana alam. Banjir di Jakarta, tanah longsor di Banjarnegara, tsunami di Aceh, dan gempa bumi di Bantul. Semilir angin berubah menjadi deru angin yang meraung kencang. Air yang mengalir jernih berubah menjadi keruh dan menggenangi pemukiman.

Rumah- rumah menjadi roboh, barang barang mewah hilang dengan mudahnya, dan  banyak nyawa yang melayang.Begitu mudahnya Tuhan menghilangakn segala aset  duniawimu. Tidaklah engkau sadari ? .Semua ini  Tuhan lakukan untuk mengingatkan manusia akan kekuasaan-Nya.

Ingatlah manusia ! Sejak dalam kandungan, engkau telah berjanji untuk selalu menyembah-Nya. Untuk selalu menomor satukan-Nya. Namun, engkau melalaikan-Nya. Engkau lebih mementingkan hal  yang bersifat sementara saja. Jangan kau lalaikan kewajibanmu. Jangan kau buat Tuhanmu murka. Kerjakanlah kewajibanmu terhadap Tuhanmu.